IP

Minggu, 22 Desember 2013

Kemunafikan yang menimbulkan Penghianatan

Perumpamaan pertama subjek pembahasan kita terdapat pada surat Al-Baqarah ayat: 17 dan 18. Ayat itu berbunyi: 

"Perumpamaan mereka seperti orang-orang yang menyalakan api, setelah api itu menerangi sekelilingnya, Allah melenyapkan cahaya (yang menyinari) mereka dan membiarkan mereka tidak dapat melihat dalam kegelapan. Mereka tuli, bisu dan buta. Sehingga mereka tidak dapat kembali".

Gambaran pembahasan

Ayat ini berbicara tentang orang-orang munafik yang menggunakan tabir nifak. Tetapi akhirnya tabir nifak tersebut terkoyak. Dan kesudahan orang-orang munafik itu adalah kehinaan.

Di sini orang munafik diserupakan dengan manusia yang tersesat sendirian di padang pasir. Dia berusaha menemukan jalan untuk menyelamatkan dirinya dengan menyalakan api. Tetapi usahanya itu tidak berguna, sehingga ia tetap dalam kebingungan.

Syarah dan tafsir
Terdapat dua penafsiran atas ayat tersebut.

Penafsiran pertama: Perumpamaan orang-orang munafik seperti orang-orang yang tersesat di padang sahara yang gelap dan menakutkan. Asumsikanlah bahwa seorang musafir tertinggal sendirian dari robongannya di tengah-tengah padang pasir yang gelap. Dia tidak memiliki lampu, cahaya dan penunjuk jalan. Dia juga tidak tahu jalan dan tidak memiliki bushlah. Dari satu sisi dia merasa khwatir terhadap para penyamun dan binatang-binatang buas. Dari sisi lain iapun merasa khawatir akan mati akibat lapar dan dahaga. Kondisi ini mendorongnya untuk berpikir serius untuk mencari jalan dan berusaha semaksimal mungkin untuk dapat selamat dari bahaya yang dihadapinya. Setelah melakukan berbagai usaha, dia menemukan kayu bakar. Disulutlah kayu tersebut kemudian ia bawa untuk menerangi jalannya. Tetapi angin yang kencang memadamkan cahaya kayu tersebut. Kemudian ia segera mencari kayu lainnya agar dapat meneranginya, tetapi usahanya itu sia-sia, bahkan malah menambah jauh penyimpangan dan ketersesatannya dari jalan. 

Sesungguhnya orang-orang munafik seperti musafir ini telah tersesat jalan. Mereka berada dalam kegelapan dalam hidup yang penuh cahaya ini. Mereka tertinggal dari kafilah kemanusiaan dan iman, dan tidak menemukan penunjuk jalan. Karena Allah Swt telah memadamkan cahaya hidayah dari hati mereka dan membiarkan mereka dalam kegelapan.

Orang-orang munafik mempunyai dua wajah. Wajah lahir mereka muslim, tetapi bagian dalamnya kafir. Bagian lahirnya benar, tetapi batinnya dusta. Bagian lahirnya ikhlas, tetapi batinnya ria. Bagian lahirnya jujur, tetapi batinnya pengkhianat. Bagian lahirnya bersahabat, tetapi batinnya memusuhi. Mereka sengaja membuat lahiriahnya tipuan yang menerangi. Mereka sengaja menampakkan ke-Islaman-nya agar dapat mengambil keuntungan dari kejayaan Islam. Hewan sembelihan mereka halal, kehormatan mereka terpelihara, harta benda mereka terjaga dan dapat menikah dengan kaum muslimin. Mereka dapat menikmati materi duniawi yangsedikit yang mereka peroleh berkat cahaya api yang mereka sulut. Hanya saja cahaya tersebut menjadi padam setelah kematian mereka (Allah mamadamkan cahaya yang menerangi mereka). Ketika itu Allah Swt membiarkan mereka dalam kegelapan alam kubur, alam barzakh dan pada hari kiamat. Pada saat itulah mereka mengerti bahwa ke-Islaman lahiriah mereka dan keimanan mereka yang ria tidak ada gunanya sama sekali. 

Kesimpulannya ialah bahwa dalam ayat atau perumpamaan tersebut terdapat tasybih (penyerupaan). Orang-orang munafik adalah mereka yang diserupakan, sedangkan musafir yang kebingungan di padang sahara adalah yang diserupakan dengannya (al-musyabbah bihi). Sedangkan titik keserupaannya (wajhu at-tasybih) adalah kebingungan dan kesesatan serta usaha lahiriahnya itu tidak membuahkan hasil apa-apa.



Penafsiran kedua: Sehubungan dengan penafsiran pertama, perlu kami ingatkan bahwa cahaya lahiriah dari api dan kegelapan yang mengikuti cahaya tersebut, tidak hanya khusus pada hari kiamat maknawi saja. Tetapi terdapat akibat-akibatnya pula di dunia ini.

Orang munafik tidak akan pernah dapat menyembunyikan kemunafikannya. Karena pada akhirnya akan terbongkar juga. Dan hal ini terjadi ketika ia melihat dirinya atau maslahatnya terancam dalam bahaya dan kehancuran. Fainnahu yafshah 'an khuldihi al-Qadzara...

Tidakkah kita melihat dengan mata kepala kita pada masa-masa terjadinya revolusi Islam dan pada masa kebangkitan yang terjadi sebelumnya? Betapa banyak orang-orang munafik yang tersingkap -dengan berlalunya masa- isi hati mereka yang busuk, dan terbuka tabir nifak dari dalam hati mereka. Akhirnya mereka dipermalukan di dunia ini. Semoga Allah Swt menjaga kita dari keburukan diri kita. Atas dasar ini maka sesungguhnya kata: "Allah telah memadamkan cahaya mereka" tidak hanya khusus pada hari akhirat dan kiamat saja. Bahkan hal itupun akan terjadi di dunia ini.
Khitab ayat

1. Pembagian orang-orang munafik
Orang munafik, tidak hanya bersifat individu. Bahkan bisa jadi bersifat kelompok, organisasi, partai bahkan dalam bentuk pemerintahan dan negara tertentu. Telah kita saksikan terungkapnya sebagain negara yang menggunakan kedok Islam secara lahiriah. Mereka juga ikut menghadiri seminar-seminar dan konfrensi Islam. Hal itu terjadi karena mereka menjalin hubungan dengan musuh islam terbesar, yaitu Israel perampas. Tersebarnya perjanjian yang menghancurkan antara mereka dengan Israel dan apa yang tersembunyi dan yang nampak. Cahaya klaim-klaim mereka menjadi padam dan terungkaplah wajah nifak dan riya' mereka. Ya, itulah akibat kemuanfikan mereka. "Ambillah pelajaran dan ibrat darinya wahai orang-orang yang berakal".
2. Gambaran nifak

Kesimpulan yang dapat diambil dari pembahsan secara global yang telah lalu adalah adanya gambaran nifak yang bermacam-maca, yaitu sebagai berikut:

a. Nifak dalam akidah, ialah: Seperti seseorang yang mengaku dengan ucapannya bahwa dia seorang muslim. Tetapi dia tidak dianggap seorang muslim. Atau ia menampakkan keimanannya. Tetapi ia tidak dianggap termasuk orang-orang mukmin.

b. Nifak dalam perkataan, yaitu: Seseorang yang berkata-kata sesuatu, tetapi ia sendiri tidak meyakininya. Atas dasar ini, maka pendusta itu munafik. Karena perkataannya tidak sesuai dengan isi hatinya.

c. Nifak dalam perbuatan, yaitu: Seseorang yang amal perbuatannya berbeda dan bertentangan dengan isi hati batinnya. Misalnya seperti seseorang yang berpura-pura melakukan shalat atau bersikap jujur. Tetapi sebenarnya ia tidak ingin melakukan shalt dan pengkhianat.
3. Tanda-tanda nifak

Rasulullah Saw pernah bersabda dalam sebuah riwayat tentang tanda-tanda seorang munafik: "Ada tiga perkara yang merupakan sifat-siafat orang munafik, meskipun ia melakukan shalat dan berpuasa dan meyakini bahwa dirinya itu muslim, yaitu: jika diberi amanat, ia berkhianat, jia berbidara, ia berdusta dan jika berjanji, ia mengingkarinya".

Pertama: Khianat.
Pengkhianat adalah munafik, karena ia berpura-pura jujur, tetapi sebenarnya ia pengkhianat. Oleh karena itu, kita tidak mungkin menyerahkan urusan baitul mal. Terkadang sebagian orang itu jujur ketika menghadapi harta yang yang jumlah sedikit. Tetapi jati dirinya sebagai pengkhianat terungkap ketika menerima amanat berupa harta yang banyak.

Kedua: Dusta.
Pendusta itu munafik. Hal itu karena ia menyembunyikan berbagai rencana busuknya di dalam hatinya dan menentang kenyataan dan realita melalui ucapan-ucapannya, meskipun ia rajin shalat, membaca doa, dzikir dan lain sebagainya.

Ketiga: Mengingkari janji.
Orang yang mengingkari janjinya itu muanfik. Karena menepati janji itu merupakan hal yang penting dari sisi akhlak dan hukum fikih. Bahkan terkadang -menepati janji itu- menjadi wajib hukumnya. 23

Kesimpulannya bahwa setiap sesuatu yang memiliki dua wajah adalah termasuk nifak.

4. Sejarah orang-orang munafik
Masyarakat tidak pernah kosong dari orang-orang muanfik. Bahkan bisa dikatakan bahwa sifat nifak itu muncul sejak adanya kehidupan manusia di muka bumi ini. Jadi permusuhan orang-orang munafik terhadap masyarakat terungkap sejak masa itu. Orang-orang munafik merupakan musuh masyarakat yang paling berbahaya. Karena mereka mengenakan pakaian pershabatan, tetapi menyimpan permusuhan.

Sesungguhnya muqara'tul a'da (menyingkirkan permusuhan) merupakan salah satu sifat masyarakat. Dan hal pelaku hal itu tidak terdapt dalam diri si munafik. 

Karena munafik senantiasa menampakkan dirinya sebagai kawan. Oleh karena itu ia merupakan musuh bebuyutan. Karenanya, ungkapan-ungkapan Al-Qur'an mengenai orang-orang munafik sangat keras sekali.

Orang-orang munafik dalam Al-Qur'an
Al-Qur'an mengungkap tentang orang-orang munafik -sebagaimana telah kami singgung di atas- dengan ungkapan-ungkapan yang keras. Berikut ini kami sampaikan sebagian ayat tentangnya:

a. Allah Swt berfirman dalam surat Al-Munafiqun ayat 4: "Mereka adalah musuhmu, maka berhati-hatilah".

Al-Qur'an -melalui ayat-ayatnya yang mulia- menegaskan tentang musuh-musuh kaum muslimin.24 Tetapi tidak menggunakan metode seperti ini tentang msusuh-musuh lainnya. Sesuai dengan kaidah-kaidah bahasa Arab, susunan kalimat tersebut menunjukkan bahwa orang-orang munafik merupakan musuh sejati manusia.

b. Selanjutnya Allah Swt berfirman: "Allah memerangi mereka dimana saja mereka berada", yakni mereka menyimpang dari jalan yang benar. Khitab yang keras ini jarang terjadi, dan Al-Qur'an tidak menggunakannya pada kasus lainnya. 25 

c. Allah Swt berfirman dalam surat An-Nisa ayat 145 :"Sesungguhnya orang-orang munafik berada di neraka yang paling dasar. Dan engkau tidak mendapatkan penolong buat mereka". Atas dasar itu, maka sudah seharusnya untuk menjauhi berkawan dengan musuh-musuh Allah yang termasuk tanda-tanda nifak.

Kata "Ad-Durj" dan "Ad-Darajah" memiliki makna yang sama. Begitu pula dengan kata "Dark" dan "Darak". Hanya saja kedua kata pertama digunakan sebagai anak tangga untuk naik ke atas. Sementara kedua kata yang kedua digunakan sebagai anak tangga untuk turun ke bawah. Kedua kata ini (Dark dan Darak) digunakan dalam Al-Qur'an. 26 

Sesungguhnya "Ad-Darkul Asfal" ialah jurang neraka jahanam atau tempat yang paling bawah di jahanam. Sudah jelas bahwa siksaan di tempat tersebut lebih dahsyat. Dari sini dapat disimpulkan bahwa Allah Swt telah menyiapkan siksa yang paling pedih untuk orang-orang munafik. Hal ini menunjukkan betapa penting dan sensitifnya masalah nifak dan bahaya orang-orang munafik dalam seluruh perjajian, baik dahulu maupun pada zaman sekarang.

Bahaya munafikin dalam pandangan Rasulullah Saw
Al-Marhum As-syaikh Abbas Al-Qummi Ra menukil hadis dari Rasulullah Saw di dalam kitabnya yang berharga (Safinatul Bihar) pada kata (nafaqa). 

Beliau bersbda: "Aku tidak merasa khaatir atas umatku, baik yang mukmin mupun yang musyrik. Seorang mukmin Akan dijaga oleh Allah karena keimanannya. Adapun seorang musyrik akan di jebloskan ke neraka oleh Allah karena kemusyrikannya. Tetapi aku khawatir atas kalian setiap munafik yang pandai berbicara, ia berbicara apa yang kalian ketahui, tetapi melakukan apa yang kalian ingkari". 27

Berdasarkan riwayat tersebut, Rsulullah Saw merasa cemas terhadap masyarakat Islam dari bahaya orang-orang munafik. Kecemasan beliau tersebut tidak hanya terbatas pada masa itu dan di Hijaz saja, tetapi kecemasan beliau itu meliputi sepanjang masa dan negeri-negeri Islam, bahkan juga termassuk negara islam Iran.

5. Pemakaian kata "An-Nar" dalam Al-Qur'an
Terdapat dua kesimpulan yang dapat diambil dari pemakaian kata "An-Nar" dan bukan "An-Nur" dalam Al-qur'an.

Pertama: Asap dan debu merupakan konsekuensi api. Seorang munafik membahayakan orang lain dengan sesuatu yang timbul dari api tersebut yang ia nyalakan dendiri. Yaitu berupa bahaya yang akibatnya adalah perpecahan dan kedengkian yang menimpa umat manusia. Sedangkan orang mukmin memanfaatkan An-Nur (cahaya) yang murni dan menerangi imannya.

Kedua: Meskipun orang-orang munafik menampakkan lahiriah mereka dengan cahaya iman, tetapi hakikat mereka adalah api. Dan kalaupun mereka menyandang keimanan, maka iaman mereka lemah sekali dan dalam tempo yang sejenak. 28 
6. Cahaya dan kegelapan

Allah Swt berfirman: "Dan Allah membiarkan mereka dalam kegelapan, dan mereka tidak dapat melihat". Kata "Zhulumat" (kegelapan) digunakan sebanyak 23 kali dalam Al-Qur'an. Dan tidak pernah digunakan dalam bentuk mufrad (singular), tetapi semuanya dalam bentuk jamak (plural). Adapun kata "An-Nur" digunakan sebanyak 43 kali dalam Al-Qur'an dan dalam bentuk mufrad (singular) bukan jamak. Gerangan apakah khitab ini?

Rahasianya adalah bahwa Al-Qur'an ingin menjelaskan bahwa cahaya itu satu meskipun ragamnya banyak, yaitu cahaya Allah (Allah adalah cahaya langit dan bumi).29 Cahaya iman, cahaya ilmu, cahaya yakin, cahayan persatuan dan kebersamaan, itu semua kembali kepada satu cahaya, yaitu cahaya Allah, bukan cahaya selain-Nya. Oleh akrena itu, Al-Qur'an tidak menggunakan kata "An-Nur" dalam bentuk jamak.

Adapun nifak, kufur, ikhtilaf dan perpecahan, bukan merupakan satu kegelapan, melainkan kegelapan yang bermacam-macam. Ada kegelapan bodoh, kegelapan kufur, kegelapan bakhil, kegelapan hasad, kegelapan tidak merasa takut kepasa Allah, kegelapan hawa nafsu, kegelapan bisikan seta dan lain sebagainya. Pendek kata bahwa kegelapan itu bermacam-macam, bukan satu saja. Oleh karena itu ia digunakan dalam bentuk jamak.

7. Tiga sifat munafik
Sesungguhnya orang-orang munafik -sesuai dengan ayat tersebut- memiliki tiga sifat:

Pertama: Shummun. Kata ini merupakan bentuk jamak dari kata Ashamm, artinya adalah tuli. 

Kedua: Bukmun. Kata ini merupakan bentuk jamak dari kata Abkam, artinya adalah bisu. Maksud dari ayat tersebut ialah bahwa mereka tidak dapat mendengar dan tidak mampu berbicara. Orang yang tuli tidak mampu berbicara meskipun indera ucapannya normal. Karena manusia tiak mungkin dapat berkata-kata satu kalimat pun yang tidak dapat ia dengar dan tidak ia pelajari. Oleh karena itu Al-Qur'an mengungkapkannya dengan sifat ashamm sebelum sifat Abkam. Maksudnya adalah bahwa pada akhirnya orang-orang minafik itu tuli dan bisu selamanya.

Ketiga: 'Umyun. Kata ini merupakan bentuk jamak dari kata A'ma, artinya ialah buta. Dengan demikian orang-orang munafik itu tuli, bisu dan buta. Artinya mereka tidak memiliki telinga untuk mendengar, tidak memiliki lidah untuk berbicara dan tidak memiliki mata untuk melihat. Dalam kondisi seperti itu, bagaimana mungkin mereka dapat mengetahui jalan yang benar? Bagaimana mungkin mereka menmgetahui penyimpangan dan kesalahan mereka?

Sesungguhnya ketiga indera tersebut merupakan sarana bagi manusia untuk memperoleh pengetahuan. Telinga sebagai alat untuk belajar, lidah sebagai alat untuk memindahkan berbagai ilmu pengetahuan dari satu generasi kepada generasi berikutnya dan mata sebagai alat untuk mengungkap berbagai ilmu pengetahuan dan fenomena-fenomena baru. 

Orang yang kehilangan tiga indera tersebut, pasti ia tidak akan dapat keluar dari jalan yang menyimpang, sebagaimana pula ia tidak mungkin dapat kembali kepada jalan yang benar. Tetapi ada sebuah pertanyaan yang perlu dilontarkan di sini, yaitu: Kita saksikan bahwa orang-orang munafik dapat menggunakan ketiga indera tersebut, lalu kenapa Al-Qur'an menafikan hal itu? Jawabnya adalah: Sesungguhnya Al-Qur'an memiliki mantik (logika) tertentu. Artinya bahwa Al-Qur'an memandang segala sesuatu itu berdasarkan sisi atsar dan pengaruhnya. 

Karenanya, ada dan tidaknya sesuatu itu tergantung kepada ada dan tidaknya atsar tersebut. Atas dasar ini, maka orang-orang yang dapat menggunakan nikmat pandangan matanya tetapi mereka tidak menggunakannya untuk menyaksikan ayat-ayat Allah dan tidak mengambil i'tibar (pelajaran) dari pemandangan dunia, mereka itu pada hakikatnya -menurut pandangan Al-Qur'an- buta. 

Mereka yang dapat menggunakan nikmat pendengaran,tetapi tidak mereka gunakan untuk mendengarkan kalam Allah dan jeritan orang-orang yang teraniaya dan tertindas, maka pada hakikatnya mereka itu tuli menurut logika Al-Qur'an. Dan mereka yang dapat menggunakan nikmat lisannya, tetapi mereka tidak menyibukkan dirinya dengan dzikir kepada Allah, amar makruf dan mencegah kemungkaran serta menuntun orang-orangf yang bodoh, maka pada hakikatnya mereka itu bisu menurut rasio Al-Qur'an. 

Berdasarkan logika ini, maka -pada tataran yang lebih luas- sebagian manusia yang masih hidup dianggap mati. Dan sebaliknya sebagian manusia yang sudah mati dianggap hidup. Sebagai contohnya adalah bahwa Al-Qur'an mensifati syuhada (orang-orang yang mati) di jalan hak sebagai manusia hidup meskipun secara lahiriah mereka telah mati. Allah Swt berfirman: 

"Dan janganlah kalian mengira orang-orang yang terbunuh di jalan Allah itu sebagai orang-orang mati, bahkan mereka itu hidup di sisi Tuhan mereka dan mendapat rizki". 30

Sesungguhnya syuhada' itu dalam pandangan Al-Qur'an hidup. Karena mereka memberikan pengaruh sebagaimana orang yang masih hidup. Mereka menghidupkan Islam dan mengenang mereka dapat mendorong perbuatan makruf dan kebajikan. Allah Swt berfirman paa ayat yang lainnya: 

"Dia tidak lain kecuali merupakan peringatan dan Qur'an yang nyata agar dia memberikan peringatan orang yang masih hidup. Dan azab itu hak bagi orang-orang yang kafir". 31

Sesungguhnya orang-orang yang masih hidup menurut pandangan Al-Qur'an sesuai dengan ayat ini ada dua golongan. Golongan pertama: Orang-orang mukmin yang dalam hidupnya mengamalkan Al-Qur'an. Kedua: Orang-orang non mukmin. Mereka adalah mayat-mayat yang hidup di masyarakat. Dan sesungguhnya orang-orang yang tidak memiliki pendengaran yang taat sebagai orang-orang mati menurut pandangan Al-Qur'an.

Kesimpulannya bahwa orang-orang munafik meskipiun mereka memiliki pendengaran, penglihatan dan lisan, tetapi mereka kehilangan manfaat panca indera tersebut. Oleh karena itu mereka dianggap sebagai orang-orang yang tuli, bisu dan buta menurut pandangan al-Qur'an. Oleh karena itu mereka tidak dapat kembali kepada jalan yang hak. Karena mereka kehilangan sarana pengetahuan. Keadaan mereka tak ubahnya seperti orang-orang yang memiliki sifat-sifat tuli, bisu dan buta yang jatuh terjerembab. Dan kita tidak mungkin dapat menlong mereka. Karena mereka tiak memiliki lisan untuk menjawab, tiodak memiliki telinga untuk mendengar peringatan kita dan tidak memiliki mata untuk dapat melihat tanda-tanda bahaya sebelum jatuh terjerembab.

8. Sumber kemunafikan
Sumber nifak itu ada tiga:
Pertama: Tidak mampu berhadapan langsung.
Sesungguhnya musuh-musuh Islam, ketika tidak mampu memgadakan perlawanan secara langsung, mereka menggunakan pakaian nifak (kemunafikan) untuk meneruskan permusuhan dan perlawanannya. Musuh-musuh Rasul Saw saat itu menampakkan permusuhan terhadapnya. Tetapi mereka menampakkannya dengan kepatuhan dan ketundukan ketika Rasul dapat mengalahkan mereka. Dan mereka melanjutkan permusuhannya terhadap Islam dengan menyembunyhikan kekafirannya. Abu Sufyan dan semisalnya tetap dalam kesesatan nifaknya hingga akhir hayatnya.32 Oleh karena itu dikatakan bahwa nifak (kemunafikan) itu mulai tumbuh di Madinah. Karena Islam ketika di Makkah masih lemah dan tidak seorang musuh Islam pun yang merasa takut. 

Oleh karena itu mereka tidak memrlukan untuk menampakkan ke-islaman dan menyembunyikan kekafiran. Tetapi kami meyakini bahwa nifak itu sudah mulai muncul sejak di Makkah, meskipun motivasi nifak di Makkah bukan rasa takut. Melainkan motivasinya ketika itu adalah perhitungan sebagian orang bahwa islam di masa mendatang akan mengalami kajayaan. Hal inilah yang menjanjikan dan menjamin mereka masa depan yang baik.

Kita dapat menyaksikan cara nifak ini pada setiap masa dan revolusi, diantaranya ketika terjadi revolusi Islam di Iran. Sebagian orang-orang munafik adalah musuh-musuh Islam yang mengalami kekalahan dalam peperangan menentangan revolusi dan mereka tidak mampu untuk mengadakan perlawanan secara terbuka dan terang-terangan.

Kedua: Mental yang lemah
Orang-orang yang lemah jiwanya, penakut dan tidak mempunyai keberanian untuk memprotes dan berkata-kata dalam menentang lawan-lawannya senantiasa berusaha menggunakan nifak sebagai jalan hidupnya. Mereka tidak berani berhadapan langsung, tetapi menampakkan persetujuannya dengan semua orang.

Orang munafik senantiasa menampakkan ke-Islamannya ketika berada di kalangan muslimin, berpura-pura menyembah api ketika berada di kalangan para penyembah api dan berpura-pura sebgai ateis ketika berada di lingkungan orang-orang ateisme. Hal itu karena lemahnya mentelnya, sehingga ia tiak berani menampakkan akidahnya yang sebenarnya. 33 

Ketiga: Cinta dunia
Sesungguhnya kemunafikan internasional pada masa sekarang ini disebabkan karena cinta dunia. Sesungguhnya sebab terjadinya nifak dan bermuka dua dalam bermuamalah dan adanya berbagai undangan untuk menghormati hak-hak manusia yang dilakukan oleh negara-negara super power dan berbagai hal dan diamnya beberapa negara pada hal-hal lainnya, meskipun telah terjadi berbagai kejahatan terhadap manusia adalah karena cinta dunia. Negara-negara tersebut menggunakan cara-cara itu ketika kepentingannya terancam dan menggunakan kebebasan tersebut untuk melawan negara-negara lainnya yang mencoba menghalangai kepentingannya. Tetapi negara-negara itu menutup mata ketika kejahatan itu dilakukan oleh negara sahabatnya yang tidak mengganggu kepentingannya, sekalipun kejahatan itu dilakkukansecara terus terang dan tidak ada keraguan sedikitpun.

Al-Qur'an al-Karim telah menjelaskan contoh yang jelas dan menyakitkan tentang usaha sekolompok munafikin tersebut di dalam ayat 75-77 pada surat At-Taubah.

"Dan di antara mereka ada orang yang telah berjanji kepada Allah, "Sesungguhnya jika Allah memberikan sebagian dari karunia-Nya kepada kami, niscaya kami akan bersedekah dan niscaya kami termasuk orang-orang yang saleh". Ketika Allah memberikan kepada mereka sebagian dari karunia-Nya, mereka menjadi kikir dan beraling, dan selalu menentang kebenaran. Maka Allah menanamkan kemunafikan di dalam hati merekasampai pada waktu mereka menemui-Nya, karena mereka telah mengingkari janji yang telah mereka ikrarkan kepada-Nya dan juga karena mereka selalu berdusta"

Ayat-ayat ini turun berkenaan dengan Tsa'labah bin Hathib salah seorang golongan anshar. Dia pernah berkata kepada nabi Saw: "Berdoalah kepada Allah agar Dia melimpahkan harta kepadaku". Rasul Saw bersabda kepadanya: "Wahai Tsa'labah, harta yang sedikit tapi engkau dapat mensyukurinya, lebih baik daripada harta yang banyak tetapi engkau tidak mampu mensyukurinya.34 Bukankah kehidupan Rasul merupakan contoh yang baik buatmu? Demi jiwaku di tangan-Nya, sekiranya aku menginginkan gunung itu menjadi emas dan perak buatku, maka aku dapat melakukannya". Pada suatu hari Tsa'labah datang kembali menjumpai rasul Saw, dia berkata: "Ya Rasulallah, berdoalah kepada Allah agar Dia memberikan harta keapdaku. Demi Zat yang telah mengutus engkau dengan kebenaran, jika Dia memberikan harta kepadaku, niscaya aku akan memenuhi hak-hak orang-orang yang berhak". Kemudian nabi Saw berdoa: "Ya Allah berikanlah Tsa'labah rizki". Kemudian ia membeli seekor kambing, kambing itu dengan cepat berkembangbiak seperti ulat sehingga kota menjadi sempit baginya. Lalu ia pergi menjauhi kota dan mencari sebuah lembah. Kambing-kambing itu semakin banyak berkemebang biak sehingga ia harus pergi menjauhi kota dan meninggalkan shalat jum'at dan jama'ah. Ketika itu Rasul Saw mengutus seseorang untuk minta sedekah darinya, tetapi ia menolaknya dengan kikirnya ia berkata: "apa ini kalau bukan pajak.35 Rasulullah Saw bersabda: "Sungguh celaka Tsa'labah, sungguh celaka Tsa'labah". Kemudian turunlah ayat tersebut.36 

Al-Qur'an al-karim menjelaskan bahwa kemunafikan Tsa'labah disebabkan karena kekikiran, cintanya keapda dunia dan mengingkari janjinya. Yang menakjubkan adalah bahwa ayat mulia tersebut menganggap kemunafikan tsa'labah itu berlangsung terus hingga hari kiamat dan sifat nifak itu tidak keluar dari dalam hati mereka hingga hari perjumpamaan mereka dengan Allah Swt. Ya Allah jadikanlah akibat danakhir urusan kami berupa kebaikan.

Apabila kita menginginkan agar tidak terjangkiti penyakit yang amat membahayakan ini, maka kita harus menjauhkan dan menghindari sebab-sebab kemunafikan. Khususnya kita sekarang ini berada pada malam-malam bulan Ramadhan yang penuh berkah. Hendaknya kita banyak mengambil keberkahan malam-malam ini pada waktu sahur, yaitu dengan melakukan shalat malam sekalipun dengan singkat dan tanpa melakukan semua yang disunatkan. Hendaknya kitra sujud, bersandar dan berlindung kepada Allah dari perbuatan nifak dan berbagai dosa dan akhlak-akhlak yang buruk
sumber : alhassanain

Tidak ada komentar:

Posting Komentar